
GRAGEPOLITAN – Tumpukan cangkang rajungan yang menggunung dan tidak terolah telah lama jadi pemandangan kurang elok sekaligus masalah di Desa Sukajaya, Kabupaten Karawang. Kawasan pesisir ini, menghasilkan limbah cangkang rajungan yang mencapai puluhan ton per bulan.
Sebagai salah satu lumbung rajungan utama di pesisir utara, denyut ekonomi desa ini salah satunya bergantung pada beberapa miniplant (unit pengolahan) rumahan yang tersebar di kampung-kampung nelayan. Setiap hari, ratusan kilogram rajungan segar hasil tangkapan nelayan langsung diolah di sana.
Dagingnya dipisahkan secara telaten, dikemas, lalu dijual ke pabrik-pabrik besar, ada juga yang diekspor. Namun, di balik itu, cangkang-cangkang yang tak lagi bernilai ekonomi dibuang begitu saja oleh masyarakat.
Limbah ini dibiarkan menggunung dan berpotensi menyebabkan pencemaran udara, air, dan tanah. Kini, masalah yang dianggap buntu itu menemukan jalan keluar. PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) memelopori sebuah inovasi pengolahan limbah cangkang rajungan.
Melalui program pemberdayaan masyarakat, limbah cangkang rajungan yang tadinya tak bernilai, kini disulap menjadi pupuk cair berkualitas tinggi.
Inisiatif ini tidak hanya sekadar program daur ulang. Inovasi teknologi tepat guna ini mentransformasi limbah dari sumber masalah lingkungan menjadi produk bernilai ekonomi, sekaligus menjawab tantangan ketahanan pangan di sektor pertanian dengan menyediakan pupuk yang berasal dari olahan limbah cangkang rajungan.
Head of Communication, Relations & CID PHE ONWJ, R. Ery Ridwan, menjelaskan bahwa program ini adalah bukti nyata bahwa operasi hulu migas di lepas pantai tidak bisa dipisahkan dari denyut nadi kehidupan masyarakat di darat. Kehadiran industri, menurutnya, harus menjadi katalisator penyelesaian masalah sosial dan lingkungan.
“Tanggung jawab kami sebagai perusahaan penghasil migas tidak selesai saat minyak atau gas diangkat dari anjungan. Tanggung jawab itu meluas hingga ke pesisir, memastikan bahwa kehadiran kami membawa dampak positif yang nyata dan terukur,” ujar Ery.
Dia menegaskan, inisiatif ini merupakan penerjemahan konkret dari visi besar pemerintah mengenai hilirisasi. “Hilirisasi adalah program strategis nasional. Kami menjawabnya dari skala komunitas. Kita tidak sekadar memberi bantuan, tetapi membangun keahlian,” katanya.
“Cangkang rajungan yang tadinya dibuang, kini kita olah menjadi alternatif pendapatan baru. Ini adalah inti dari ekonomi sirkular yang kami terapkan di lapangan. Dampaknya ganda, di satu sisi kita menjaga kebersihan ekosistem laut, di sisi lain kita menghasilkan pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan. Inilah cara Pertamina berkontribusi pada ketahanan nasional,” imbuh Ery.
Ery menambahkan, komitmen ini selaras dengan penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, Governance) Perusahaan. Program ini secara langsung mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam penanganan ekosistem laut dan konsumsi produksi yang bertanggung jawab.
Ery menguraikan bahwa program di Desa Sukajaya ini memperkuat pilar ekonomi dalam program unggulan “Jam Pasir”, akronim dari Jaga Alam melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Program ini sebelumnya fokus pada rehabilitasi mangrove dan ekosistem pesisir.
Kini PHE ONWJ menambah kekuatan program dengan pilar ekonomi sirkular, melalui inovasi pupuk cair. Ery menceritakan, ide ini tidak datang dari ruang rapat di Jakarta, melainkan dari hasil diskusi panjang dan pemetaan sosial langsung dengan warga Sukajaya.
“Kami datang, mendengar, dan menemukan masalah utama mereka adalah limbah rajungan. Potensinya juga ada di sana. Kami hanya memfasilitasi teknologinya dan melatih mereka,” jelasnya.
“Sangat membanggakan melihat warga yang tadinya hanya tahu mengupas rajungan, sekarang mereka bangga menyebut diri mereka ‘peracik’ pupuk. Ada keahlian baru, ada martabat baru yang tumbuh bersama program ini,” tambah Ery.
PHE ONWJ berkomitmen untuk terus mendampingi masyarakat sampai mandiri. “Kami akan dampingi terus kelompok ini, mulai dari standarisasi produk, pengemasan, hingga perizinan, agar pupuk ini bisa masuk ke pasar yang lebih luas. Program TJSL yang berhasil adalah program yang bisa ditinggalkan kelak, karena masyarakatnya sudah mandiri dan sejahtera,” tutup Ery.***





Discussion about this post